Selasa, 18 Mei 2010


file ini utk di donlot,klik दिसीं

Senin, 17 Mei 2010

HISTOLOGI IKAN BENTER


I  PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang
Sungai adalah perairan mengalir secara terus-menerus pada arah tertentu, berasal dari tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara ke laut, sungai atau perairan terbuka yang luas. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1 sampai 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase (Soemarwoto, 1980).
Sungai Citanduy berada di Propinsi Jawa Barat. Secara geografi terletak pada posisi 1080 04’ sampai dengan 1090 30’ BT dan 70 03’ sampai dengan 70 52’ LS.  Sungai Citanduy memiliki panjang  170 km, lebar 20 m dan kedalaman 15 m.  Hulu Sungai Citanduy terletak di Gunung Cakrabuana yang memiliki ketinggian 1721 m dan mengalir ke daerah hilir  melalui kabupaten  Tasikmalaya, Ciamis, dan Banjar (Jawa Barat) serta bermuara di Segara Anakan   Cilacap (Jawa Tengah). Aliran sungai Citanduy mempunyai luas 350.000 Ha, 57% dari luas tersebut merupakan lahan pertanian, sedangkan 33% berupa hutan dan perkebunan. Topografi dari wilayah sungai Citanduy yang merupakan daerah yang rata sekitar 30%, daerah bukit dan bergelombang sekitar 50% dan sisanya sekitar 20% mempunyai karakteristik berupa tebing atau lereng dengan tekstur tanah yang mudah tererosi (DPU, 2006).
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, ikan benter banyak ditemukan di Sungai Citanduy, namun dari tahun ke tahun pada akhirnya populasi ikan benter berkurang baik akibat over fishing atau karena penangkapan liar. Selain itu, penurunan kualitas perairan sebagai akibat dari faktor lingkungan seperti erosi tanah, pemukiman dan industri menyebabkan tekanan psikologis bagi ikan benter yang ada di perairan tersebut.  Ikan benter (Puntius binotatus) merupakan ikan dari jenis familia Cyprinidae, ikan ini banyak ditemukan pada perairan yang mengalir yang tidak terlalu dalam dan hidupnya memerlukan kondisi kualitas air yang mendukung. Ikan benter bersifat benthopelagic yang hidup antara bagian tengah hingga dasar perairan dan memakan antara zooplankton, larva, serangga dan tumbuhan air, sehingga ikan ini tergolong omnivora (Sugita, 2005).
 Usaha penangkapan ikan benter yang dilakukan masyarakat tanpa memperhatikan kelestariannya, bila dibiarkan maka kemungkinan besar populasi ikan tersebut akan menurun, dan bisa menyebabkan kepunahan. Oleh sebab itu diperlukan upaya perlindungan. Salah satu upaya perlindungan untuk mempertahankan keberadaan ikan benter di alam adalah dengan melakukan usaha konservasi. Usaha konservasi tersebut diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek biologi ikan, khususnya mengenai reproduksi ikan.
Informasi mengenai reproduksi ikan benter secara lengkap khususnya di Sungai Citanduy sampai saat ini belum ada. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka perlu penelitian tentang aspek biologi reproduksi ikan benter yang tertangkap di Sungai Citanduy yang meliputi faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat perkembangan gonad, indeks gonado somatik, fekunditas, dan diameter telur guna mendukung usaha pelestarian yang berkesinambungan.
Kehidupan ikan di perairan tidak terlepas dari kualitas fisika dan kimia air pada habitat ikan tersebut (Odum, 1971). Oleh karena itu sebagai parameter pendukung dalam penelitian reproduksi ikan benter ini perlu dilakukan pengukuran faktor fisika dan kimia air di lokasi penelitian yang berhubungan dengan aktivitas reproduksi ikan.
1.2      Perumusan masalah
Salah satu upaya pelestarian untuk mempertahankan keberadaan ikan benter di perairan umum khususnya sungai Citanduy adalah dengan melakukan usaha konservasi. Usaha konservasi ikan benter belum dilakukan karena masih terbatasnya informasi Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 
1. Bagaimanakah faktor kondisi dan rasio kelamin ikan benter yang  tertangkap di Sungai Citanduy Jawa Barat?
2. Bagaimanakah tingkat perkembangan gonad, indeks gonado somatik,  fekunditas dan diameter telur ikan benter yang tertangkap di Sungai Citanduy Jawa Barat?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
Aspek biologi reproduksi ikan Benter yang meliputi rasio kelamin, faktor kondisi, perkembangan gonad jantan dan betina, IGS, fekunditas, dan diameter telur ikan Benter yang tertangkap di sungai Citanduy.


1.4 Manfaat
Penelitian tentang ikan benter diharapkan dapat melengkapi informasi mengenai aspek reproduksi ikan benter sehingga dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan konservasi ikan benter di sekitar Sungai Citanduy Jawa Barat.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Biologi Ikan Benter

2.1.1.   Klasifikasi dan Morfologi
Ikan Benter diklasifikasikan menurut Saanin (1984) sebagai berikut :
Phylum                      : Chordata
Subphylum               : Vertebrata
Classis                        : Pisces
Subclass                     : Teleostei
Ordo                           : Ostariophysi
Subordo                     : Cyprinoidea
Familia                       : Cyprinidae
Genus                         : Puntius
Spesies                       : Puntius binotatus
Ikan Benter memiliki ciri-ciri bibir bawah tidak terpisah dari rahang bawah yang tidak berkulit tebal atau terpisah dari rahang bawah oleh turisan pada permukaan saja; hidung tidak berbintil-bintil keras. Tinggi batang ekor sama dengan panjangnya dan setengah sampai sepertiga kepala; kepala 3,3 sampai 4,5 kali lebar mata (Saanin, 1984). Ikan Benter mempunyai 2-4 sungut, gurat sisi sempurna, satu jari-jari  sirip terakhir punggung mengeras dan bergerigi dibagian belakangnya; 4,5 sisik antara gurat sisi dan awal sirip punggung. Satu bintik bulat besar pada bagian anterior dari pangkal sirip punggung dan sebuah lagi di tengah batang ekor. Pada juvenil dan dewasa ada 2-4 titik-titik memanjang (Kottelat  et al., 1993).
Ikan benter adalah salah satu  ikan yang tersebar luas di sebelah barat garis wallacea, yang tergolong dalam ikan perairan tawar tropis yaitu danau dan sungai. Ikan ini mendominasi sungai-sungai kecil berbatu yang berarus deras di bagian hulu, pertengahan sampai hilir yang habitatnya pinggirannya yang merupakan sawah dan perkebunan (Hartoto dan  Endang, 1996; Rachmatika, 2004). Menurut pendapat Kavanagh (2002), ikan benter dapat hidup pada ketinggian tempat kurang lebih 300 m. Ukuran kisaran panjang badan ikan benter kurang lebih 25 - 88,6 mm. Ikan benter hidup pada aliran sungai yang jernih dan deras, bersubsrat pasir dan lempung, disamping itu juga dapat hidup pada air yang sangat keruh.
 

Gambar 1. foto ikan Benter (Puntius binotatus)
 www.fishbase.org.photos/picture summary.cfm?id:5180& what:species 
2.1.2. Reproduksi
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya (Fujaya, 2004). Menurut Effendi (1997), pada dasarnya keterangan aspek biologi reproduksi diperlukan untuk penelaahan kapan ikan akan memijah, frekuensi pemijahan, musim pemijahan dan ukuran saat pertama kali ikan akan mencapai kematangan gonad. Beberapa aspek biologi reproduksi seperti faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat perkembangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur penting diketahui untuk kepentingan pengelolaan sumberdaya hayati perikanan.
 Faktor kondisi (K) menunjukkan keadaan ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk pertahanan hidup dan reproduksi. Faktor kondisi dapat digunakan sebagai indikator kondisi pertumbuhan ikan di perairan. Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan berat ikan. Nilai faktor kondisi suatu jenis ikan di pengaruhi oleh umur, makanan, jenis kelamin dan tingkat kematngan gonad (Effendie, 1997).
Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan betina dibagi jumlah ikan jantan. Rasio kelamin sangat berguna untuk menentukan berbagai aktivitas reproduksi karena perubahan besar dalam rasio kelamin terjadi pada saat pemijahan (Hunter and Goldberg,  1980).
Tingkat kematangan gonad adalah tahap perkembangan gonad tertentu sebelum dan sesudah ikan memijah. Di dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Berat gonad akan mencapai maksimal saat ikan memijah, kemudian akan menurun secara cepat dengan berlangsungnya musim pemijahan hingga selesai (Effendie, 1997). Faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan mencapai matang gonad ada dua yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain perbedaan spesies, umur, dan ukuran serta sifat-sifat fisiologi dari ikan tersebut seperti kemampuan adaptasi terhadap lingkungan. Sedangkan fakor luar adalah makanan, suhu, dan arus (Lagler, et al., 1977 dalam Sofiah ,2003).
Perubahan yang terjadi dalam gonad atau tahap perkembangan tingkat kematangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan indeks kematangan gonad (IKG). Indek kematangan gonad dinamakan juga “Gonado Somatic Index” yaitu suatu nilai yang menyatakan prosentase dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonadnya dikalikan 100%. Gonad akan semakin bertambah berat sehingga ukuran telurnya pun akan bertambah besar pula. Sejalan dengan perkembangan gonad, nilai indeks akan semakin bertambah besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisaran maksimal pada saat akan terjadi pemijahan, kemudian akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedang berlangsung sampai selesai. Pada ikan betina IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie, 1997).
Fekunditas dari suatu jenis ikan sangat penting untuk diketahui karena dengan fekunditas dapat memberikan informasi kemampuan  ikan dalam menghasilkan telur dalam suatu pemijahan. Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan akan memijah (Effendie, 1992). Fekunditas dapat dibagi menjadi 3 yaitu fekunditas individu/mutlak, fekunditas nisbi dan fekunditas total. Nikolsky (1963) dalam (Effendie, 1992) menyatakan jumlah telur masak yang terdapat dalam ovarium ikan merupakan fekunditas individu atau fekunditas mutlak, sedangkan fekunditas nisbi yaitu jumlah telur per satuan bobot atau panjang ikan. Fekunditas total menurut Royce (1972)  dalam Effendie (1979) adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya.
Fekunditas ikan berhubungan erat dengan lingkungannya, dimana spesies ikan akan berubah fekunditasnya jika keadaan lingkungannya berubah, perubahan fekunditas ini diatur oleh sediaan makanan. Pada umumnya individu yang cepat pertumbuhannya, fekunditasnya lebih tinggi dibanding dengan yang lebih lambat pertumbuhannya pada ukuran yang sama (Effendie, 1997).
Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya gonad terutama saat mendekati waktu pemijahan Johnson dalam Effendie (1992). Diameter telur pada gonad yang sudah matang berguna untuk menduga frekuensi pemijahan yaitu dengan melihat modus penyebarannya, sedangkan dari frekuensi ukuran telur ikan dapat diduga lama pemijahannya (Hoar, 1957 dalam Sofiah, 2003). Takata dan Tester (1980) dalam Effendie (1997) membagi tingkatan perkembangan telur menjadi 4 tipe yaitu:
a.      Tipe A : Telur primitif belum berkembang, tertanam dalam jaringan ovarium, garis tengahnya berkisar antara 0,01-0,10 mm dengan garis tengah yang terbanyak adalah 0,05 sebagai puncak distribusinya.
b.      Tipe B : Telur yang berkembang sebagian atau seluruhnya tertanam di dalam jaringan ovarium. Ukuranya berkisar dari 0,1-0,5 mm, seluruhnya berisi kuning telur yang belum jelas. 
c.       Tipe C : Telur masak atau hamper masak, terletak bebas di dalam luman ovarium. Garis tengahnya sekitar 0,5-0,9 mm dan telur yang terbanyak bergaris tengah 0,7-0,8 mm
d.     Tipe D : Telur sisa dalam berbagai tingkat kemunduran terdapat bebas di dalam lumen ovarium. Ukurannya hampir sama dengan telur masak tetapi isinya seperti susu atau tidak ada ruang di antara masa kuning telur dengan dinding telur. 
2.2. Sungai
            Sungai merupakan perairan yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara ke laut (Soemarwoto, 1980). Daerah tersebut meliputi sebagai berikut :
a.      Hulu sungai, terletak di daerah yang tinggi, mengalir melalui bagian yang curam, dangkal dan berbatu dengan arus dan goncangan yang volume air yang kecil, kandungan O2 terlarut tinggi, temperatur yang rendah dan warna air yang jernih.
b.      Hilir sungai, terletak di dataran yang rendah dengan arus air yang tidak begitu kuat dan volume air yang lebih besar, kecepatan fotosintesis yang lebih tinggi dan banyak bertumpuk pupuk organik.
c.       Muara sungai, letaknya hampir mencapai laut atau pertemuan dengan sungai lain, arus lain sangat lambat dengan volume lebih basar, banyak mengandung bahan terlarut dan lumpur dari hilir hingga membentuk delta dan warna air sangat keruh.
Sungai Citanduy mengalir melalui kondisi lingkungan yang berbeda. Aliran Sungai Citanduy dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian hulu, hilir dan muara. Bagian hulu merupakan daerah sumber erosi atau daerah pengikisan karena alur  sungainya melalui daerah pegunungan, perbukitan, sehingga apabila turun hujan sebagian air akan meresap dan sebagian lagi akan mengalir membawa partikel tanah. Bagian hilir Sungai memiliki kemiringan dasar sungai yang landai, bentukan fisik tersebut mengakibatkan kecepatan aliran  sungai lambat  dan memungkinkan terjadinya pengendapan. Bagian muara merupakan daerah pengendapan partikel terlarut yang terbawa dari bagian hulu dan hilir. Bagian hulu, hilir dan muara Sungai Citanduy mendapat masukan air dari beberapa anakan sungai seperti Sungai Cikidang, Ciloseh, Cimuntur, Cijolang, Cikawung, Ciseel dan Sungai Cigunjeng (DPU, 2006).
2.3. Kualitas Fisika dan Kimia  Air
Penyebaran jenis dan populasi hewan akuatik ditentukan oleh kualitas lingkungan yang ada seperti fisika, kimia dan biologi perairan (Odum, 1971). Menurut Whitton (1975) dalam Khotimiyati (2000), kehidupan ikan di suatu perairan dipengaruhi temperatur, kecepatan arus, kekeruhan,  pH, dan konsentrasi oksigen terlarut, CO2 bebas, dan BOD.
Proses pertumbuhan dan reproduksi ikan  dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan diantaranya temperatur. Barus (2002) menyatakan bahwa kenaikan temperatur akan meningkatkan laju metabolisme. Akibat meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain fihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Temperatur air yang diperlukan dalam proses biologi seperti pematangan gonad, pemijahan dan penetasan telur berkisar antara 25-30°C (Sutisna dan Sutarmanto, 1995).
pH merupakan salah satu faktor kimia yang penting sebagai petunjak baik buruknya kualitas air sebagai lingkungan hidup ikan. Perguncangan pH dapat berakibat buruk terhadap hewan akuatik yang tidak tahan menghadapi perubahab pH yang terlalu besar (Mahida, 1984). Sutisna dan Sutarmanto (1995) menyatakan pH yang optimal untuk proses reproduksi ikan berkisar antara 6,7 sampai 8,2.
Kekeruhan menyebabkan terganggunya sistem osmoregulasi dan daya lihat ikan (Effendi, 2003). Kekeruhan yang terlalu tinggi dapat berpengaruh negatif terhadap kehidupan organisme perairan, antara lain dapat menutupi insang, sehingga mengganggu pernafasan, mempengaruhi kecakapan predator dalam mencari mangsa dan dapat menyebabkan tertutupnya dasar sungai sebagai habitat organisme bentik serta mengurangi masuknya penetrasi cahaya matahari ke dalam sungai (Siregar, et al., 2002). Kekeruhan yang dapat ditolerir bagi kehidupan ikan yaitu < 50 NTU (Wardoyo, 1981).
Oksigen sangat penting untuk kehidupan ikan dan hewan air tawar lainnya. Menurut Wardoyo (1981), oksigen terlarut disuatu perairan sangat penting untuk pernafasan dan merupakan komponen utama dalam metabolisme ikan. Konsentrasi oksigen yang optimal bagi kehidupan ikan adalah 5 ppm, jika konsentrasi oksigen kurang dari 3 ppm akan membahayakan kehidupan larva  ikan (Sutisna dan Sutarmanto, 1995).
Karbondioksida  (CO2)  bebas dalam perairan merupakan bahan utama dalam proses fotosintesis, tetapi jika dalam konsentrasi yang tinggi dapat bersifat menghambat penyerapan oksigen oleh darah di dalam tubuh ikan (Triyatmo, 1997). Karbondioksida bebas merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Karbondioksida bebas bila  mencapai 20 ppm merupakan racun bagi ikan, sedang pada angka 12 ppm ikan menjadi stres (Wardoyo, 1981). 
Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan gambaran secara tidak langsung dari kadar bahan organik yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida (Effendi, 2003). Nilai BOD akan mempengaruhi kehidupan biota akuatik yang ada di perairan, karena perairan yang memiliki BOD tinggi akan menyebabkan menurunnya O2 terlarut di dalam air.


III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Penelitian
3.1.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan benter (Puntius binotatus) yang tertangkap di Sungai Citanduy; larutan gilson (asam asetat, chloroform dan etanol dengan perbandingan 1: 1: 1), Bouin Hollande (akuades 100 mL, cupri acetat 2,5 g, formalin 10 mL, asam asetat 1 mL dan asam pikrit 4 g), analisis kekeruhan (alkohol 75%, alkohol absolut, sampel air, larutan standar 0,5 dan 5,0 NTU), analisis O2 dan BOD (larutan MnSO4 1 mL, KOH-KI 1 mL, H2SO4 pekat 1 mL, indikator amilum 5%, Na2S2O3 0,025 N), analisis CO2 (larutan indikator phenolphthalein dan  Na2CO3 0,01 N).
3.1.2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jala tebar (mesh size 1x1 cm2 dan diameter 6m) dan Jaring bentang (panjang 10 m, lebar 3 m dan mesh size 1cm2), Mikroskop “Olympus optical CH20B1MF200”, objek glass, cover glass, mikrometer okuler  model UYCP-12 (+0,01mm), termometer celcius (10C), kertas indikator pH universal, stopwatch, millimeter blok, timbangan analitik model MB2610 (+ 0,1 g), ice box 24 L,   botol sampel, gunting, pisau bedah, pinset, cawan petri, botol Winkler (250 mL), gelas ukur (100 mL dan 500 mL), labu erlenmeyer (250 mL) dan pipet tetes.


3.2.  Metode Penelitian
3.2.1.   Variabel dan Parameter
Variabel yang diamati adalah aspek reproduksi ikan benter yang meliputi rasio kelamin, tingkat perkembangan gonad, indeks gonado somatik, fekunditas, diameter telur dan faktor kondisi. Parameter utama adalah bobot dan panjang tubuh ikan, bobot gonad, jumlah ikan jantan dan betina
Parameter pendukung dalam penelitian adalah kualitas air yang meliputi : temperatur air, pH, oksigen terlarut, CO2 bebas, kecepatan arus, kekeruhan dan BOD yang diambil di lokasi pengambilan sampel.
3.2.2.   Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian dilakukan dengan metode survei dan pengambilan sampel ikan secara  group random sampling, dilakukan pada tiga stasiun, tiga kali ulangan dengan interval waktu 1 minggu.
Tabel 1. Lokasi pengambilan sampel
Stasiun
Lokasi/Ordinat (GPS)
Keterangan
I
Desa Margasari Kec. Rajapolah Tasikmalaya
LS 70 14’,57’’
BT 1080 09’,18’’
Merupakan daerah hulu , kondisi lingkungan didominasi area pertanian
II
Desa Mulya Sari Kec. Pataruman Banjar
LS 70 23’,43’’
BT 1080 33’,27’’
Merupakan daerah hilir, kondisi lingkungan didominasi area pemukiman dan industri
III
Desa Tunggilis Kec. Kalipucang Ciamis
LS 70 40’,18’’
BT 1080 46’,17’’
Merupakan daerah muara, kondisi lingkungan didominasi area pertanian
 
3.2.3.   Pengambilan Sampel Ikan
Pengambilan sampel ikan menggunakan jala tebar (mise size 1x1 cm dan diameter 6 m) dilakukan dua kali tebar, dan dengan jaring bentang (panjang 10 m, lebar 3 m dan mesh size 1x1 cm2) ditarik berlawanan dengan arah arus sungai dilakukan satu kali penangkapan. Jumlah sampel yang diambil untuk setiap kali sampling di setiap stasiun adalah 10 ekor, namun apabila hasil tangkapan tidak mencukupi maka seluruhnya diambil sebagai sampel.
3.2.4. Penanganan Sampel Organ
Sampel ikan yang tertangkap ditimbang dan diukur panjang bakunya  kemudian dibedah dan diambil gonadnya, lalu gonad ditimbang. Kemudian gonad dimasukkan ke dalam botol sampel. Botol-botol sampel dimasukkan ke dalam ice box yang diberi es batu untuk diamati di Laboratorium. Sebagian dari gonad betina dan gonad jantan direndam dengan larutan bouin hollande selama 3 x 24 jam, kemudian dicuci 2 kali dengan alkohol 75%. Untuk pengukuran fekunditas dan diameter telur, sebagian lagi dari gonad betina disimpan dalam larutan gilson, kemudian dimasukkan ke dalam botol film yang berlabel, dikocok kuat dan berulang-ulang secara periodik setiap 24 jam sekali sampai semua telur terpisah dengan telur yang lainnya. Selanjutnya disimpan kembali dalam alkohol absolut sampai dilakukan pembuatan preparat histologi.




3.2.5. Pengumpulan Data
3.2.5.1. Panjang Badan
Panjang badan ikan yang diukur adalah panjang baku (jarak antara ujung moncong sampai dengan pangkal sirip ekor). Pengukuran panjang badan ikan dilakukan dengan menggunakan  milimeter blok.
3.2.5.2. Bobot Badan
Bobot ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik Kemudian dibedah untuk diamati organ reproduksi ikan sampel secara anatomi.
3.2.5.3. Rasio kelamin
Rasio kelamin dihitung dengan menggunakan rumus Hunter dan Goldberg (1980) sebagai berik
3.2.5.4. Faktor kondisi
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan rumus menurut Effendie (1997) yaitu:
Keterangan :      K     = Faktor kondisi total
                            W    = Bobot Badan(g)
  L      = Panjang Badan (cm)

3.2.5.5. Tingkat Perkembangan Gonad

Tingkat perkembangan gonad dilakukan dengan menganalisis preparat histologi gonad dibawah mikroskop. Penentuan perkembangan gonad jantan berpedoman pada klasifikasi yang disusun oleh (Kaya dan Hesler, 1972 dalam Effendie, 1997), sedangkan untuk penentuan perkembangan gonad betina berpedoman pada klasifikasi yang disusun oleh (Rinchard dan Kestemont, 1996 dalam Sulistyo et al., 1998).
Tabel 2. Tingkat perkembangan Testis ikan Green Sunfish menurut Kaya dan Hasler (1972) dalam Effendie (1997)

No.
Tingkatan testis
Keterangan
1.
Testis regresi
Dinding gonad dilapisi oleh spermatogonia awal dan sekunder. Sperma sisa masih terlihat
2.
Perkembangan spermatogonia
Sama dengan tingkat 1 hanya proporsi spermatogonia sekunder bertambah.
3.
Awal aktif spermatogenesis
Cyste spermatocyt timbul kemudian semakin bertambah. Cyste spermatid dan spermatozoa juga mulai keluar.
4.
Aktif spermatogenesis
Semua tingkat spermatogenesis ada dalam jumlah yang banyak. Spermatozoa bebas  mulai terlihat dalam rongga seminiferous.
5.
Testis masak
Lumen penuh dengan sper,atozoa. Pada dinding lobule penuh dengan cyste bermacam-macam tingkat
6.
Testis regresi
Rongga seminifereus masih berisi spermatozoa. Ukuran testis mengkerut karena sperma dikeluarkan.
 
Tabel 3. Tingkat perkembangan Ovarium menurut Rinchard dan Kestemont (1996) dalam Sulistyo et al.  (1998)
Tingkat
Ovarium
Tingkat Oosit
Keterangan
1.      Previtellogenik
Oosit Previtellogenik
Oosit dengan gelembung bebas dari sitoplasma
2.      Vitellogenesis
Oosit dalam endogen vitellogenesis
Muncul gelembung yolk yang menempati 2 atau 3 cicin didalam sitoplasma. 
3.      Penyelesaian vitellogenesis endogen
Penyelesaian Oosit  vitellogenesis endogen
Oosit dipenuhi gelembung yolk, lapisan folikuler seluler berdiferensiasi.
4.      Vitellogenesis eksogen
Oosit Vitellogenesis eksogen
Menghimpun kuning telur seperti bola kecil dan berada diatas luar sitoplasma.
5.      Pematangan akhir
Oosit dalam pematangan akhir
Terlihatnya mikrofil dan migrasi gelembung germinal kemikrofil
6.      Pasca peneluran
Oosit fase peneluran
Sebelum dan sesudah ovulasi folikel hipertropi, substansi yolk mengalami degradasi.

3.2.5.6. Indeks Gonadosomatik (IGS)
Indeks gonadosomatik dihitung berdasarkan rumus menurut Effendie (1979):






Sabtu, 01 Mei 2010

Latihan Grammar Bahasa Inggris

Latihan Grammar Bahasa Inggris

A good English grammar exercise is an important tool in teaching the language. Sebuah latihan tata bahasa baik bahasa Inggris merupakan perangkat yang penting dalam pengajaran bahasa. Teachers spend sleepless nights worrying their heads and crumpling papers like mad composers working on their opuses . Guru menghabiskan malam tanpa tidur khawatir kepala mereka dan meremas kertas seperti komposer gila mereka bekerja pada opuses . These Mozart-like workers, this front line in the battle against a society too discourteous to their grammar to communicate, indefatigably forge on until they have the perfect exercises for their classrooms. Ini-seperti pekerja Mozart, ini garis depan dalam peperangan melawan masyarakat terlalu sopan untuk tata bahasa mereka untuk berkomunikasi, indefatigably menempa sampai mereka memiliki latihan yang sempurna untuk kelas mereka. What do they get for their efforts, you ask; are they the recipients of undying praise and uncountable fortunes? Apa yang mereka dapatkan atas upaya mereka, Anda bertanya, apakah mereka penerima pujian abadi dan kekayaan tak terhitung? Unfortunately, the returns on their investment of time and sanity is a pittance considering their efforts. Sayangnya, tingkat pengembalian atas investasi mereka waktu dan kewarasan adalah mempertimbangkan jumlah sedikit usaha mereka. Groans from their students and sentences scrawled on wide-ruled notebook paper are the only things they have to look forward to usually. Keluhan dari siswa dan kalimat tertulis di kertas lebar yang diperintah notebook adalah hal yang hanya mereka harus melihat ke depan untuk biasanya. They forget that a well-constructed English grammar exercise is the only guardian of humanity, that it separates human beings from the rest of the animal kingdom as the only creature with a real language. Mereka lupa bahwa latihan tata bahasa baik dibangun Bahasa Inggris adalah wali hanya manusia, yang memisahkan manusia dari sisa kerajaan hewan sebagai makhluk hanya dengan bahasa nyata.

Ads by Google

English Grammar Checker - Save 80% on the '10 Version. Enjoy Better Grammar/Spelling--Free Trial metaminds1.com/EnglishGrammarTips
The Goal Tujuan

The goal is to create an environment in which a student can learn and remember new grammar rules and conventions. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu lingkungan di mana mahasiswa dapat belajar dan mengingat aturan-aturan tata bahasa baru dan konvensi. This aspiration means that it assumes a starting point, and no one should know a student's starting point better than his or her teacher. aspirasi Ini berarti bahwa mengasumsikan titik awal, dan tak seorang harus tahu titik siswa mulai lebih baik dari guru-nya. A teacher has to assess what students already know and what they need to know. Seorang guru harus menilai apa yang mahasiswa sudah tahu dan apa yang mereka perlu tahu. Once they have that in mind, they can start thinking about what kind of activity is necessary to teach the new material. Begitu mereka memiliki dalam pikiran, mereka bisa mulai berpikir tentang jenis kegiatan yang diperlukan untuk mengajarkan materi baru. That idea might seem pretty basic and simple, but the most overlooked item in teacher-created exercises is the foundation. gagasan itu mungkin tampak cukup mendasar dan sederhana, tapi item yang paling diabaikan dalam menciptakan guru-latihan adalah yayasan.

You wouldn't build a house without a foundation, and everyone has seen the sinking buildings of those unwise enough to try. Anda tidak akan membangun rumah tanpa dasar, dan setiap orang pernah melihat bangunan tenggelam dari orang-orang yang cukup bijaksana untuk mencoba. Why then would anyone fail to consider the foundation of a student's understanding of grammar when trying to build upward? Mengapa ada orang yang gagal untuk mempertimbangkan dasar pemahaman siswa tata bahasa ketika mencoba membangun ke atas? This oversight is the downfall of many a well-wishing teacher or grammarian. pengawasan ini adalah jatuhnya banyak guru yg memberi selamat atau ahli tatabahasa. The Sisyphean frustration of building anything in sand is something anyone with any inkling of self-worth would aim to avoid. The Sisyphean frustrasi bangunan apa pun di pasir adalah sesuatu yang orang dengan persangkaan harga diri akan bertujuan untuk menghindari. Please, please, please have a very firm grip on what your students already know. Silakan, silakan, silakan mencengkeram sangat pada apa yang siswa Anda sudah tahu.

Once you know what your students already grammatically grasp, start thinking about what you want to teach them. Setelah Anda tahu apa yang siswa Anda sudah gramatikal pegang, mulai berpikir tentang apa yang Anda inginkan untuk mengajar mereka. It should be the next logical step. Ini harus menjadi langkah logis berikutnya. If they understand the simple present, for example, the present progressive would be a great next step because it deals with the same time reference: now. Jika mereka memahami masa kini yang sederhana, misalnya, progresif ini akan menjadi langkah selanjutnya yang besar karena berhubungan dengan referensi waktu yang sama: sekarang. If they understand the simple past, the present perfect would be a great step because they both address the past. Jika mereka memahami masa lalu yang sederhana, sempurna ini akan menjadi sebuah langkah besar karena mereka berdua alamat masa lalu. Grammar teachers aren't lucky enough to have inherited clear names when it comes to the tenses, but if they think about them in relationship to one another, the logical steps will be clear enough. Grammar guru tidak cukup beruntung mewarisi nama jelas ketika datang ke tenses, tetapi jika mereka berpikir tentang mereka dalam hubungan satu sama lain, langkah-langkah logis akan cukup jelas.

The two examples above are level jumps, but here are some other steps to think about when creating an English grammar exercise: Kedua contoh di atas adalah tingkat melompat, tapi di sini adalah beberapa langkah-langkah lain untuk berpikir tentang saat membuat latihan tata bahasa Inggris:

* Present perfect – past perfect sempurna Present - masa lalu yang sempurna
* Simple future – future progressive Wikipedia di masa depan - masa depan progresif
* Conditional – unreal conditional Bersyarat - bersyarat nyata
* Unreal narration – reported speech Unreal narasi - melaporkan pidato
* Past perfect progressive – present perfect progressive Progresif masa lalu yang sempurna - sekarang sempurna progresif
* Coordinating clauses – subordinate clauses Koordinasi klausa - klausa bawahan
* Adjectival clauses – adverbial clauses Adjektif klausa - klausa adverbial

By no means a complete list, the above examples show how one type of grammatical structure or tense builds off another. Dengan tidak berarti daftar lengkap, contoh-contoh di atas menunjukkan bagaimana satu jenis struktur gramatikal atau tegang membangun off lain. Reversing the order of some of the pairings might prove necessary depending on your student, but the theory is what counts. Membalik urutan dari beberapa pasangan mungkin terbukti perlu tergantung pada siswa Anda, namun teori ini apa yang dianggap. Build one atop another. Membangun satu atas lain.

Ads by Google

Free English Grammar Test - Test your English online or download for offline use www.englishteststore.net

Summer 2010 Courses - Photography, Fashion Design & Interior Design. Milan, Italy. www.styledesigncollege.it

Manchester College - English, IELTS, BSc, MSc programmes Cheapest degree programmes in UK www.manchester-college.com
The Best Kind of English Grammar Exercise The Best Jenis Latihan Tata Bahasa Inggris

A good exercise will not only teach a student something new, but also strengthen what they already know. Latihan yang baik tidak hanya mengajarkan siswa baru sesuatu, tetapi juga memperkuat apa yang telah mereka ketahui. Comparing new material with old will accomplish both. Membandingkan materi baru dengan lama akan menyelesaikan keduanya. If your student just got finished learning something like the simple present, don't take for granted that they have it cemented in their brains forever. Jika siswa Anda baru saja selesai mempelajari sesuatu seperti ini sederhana, tidak mengambil begitu saja bahwa mereka memilikinya disemen di otak mereka selamanya. The only way to inculcate the lesson is to sneak in repetitions of it. Satu-satunya cara untuk menanamkan pelajaran adalah untuk menyelinap dalam pengulangan itu. Also, if you find that your students are still struggling with the last step, you can give them more practice with it before moving on. Juga, jika Anda menemukan bahwa siswa Anda masih berjuang dengan langkah terakhir, Anda dapat memberi mereka lebih banyak latihan dengan sebelum pindah.

A quick example would be: Sebuah contoh akan cepat:

1: Jennifer ________ breakfast every day.2: Jennifer________ lunch right now. 1: Jennifer ________ sarapan setiap day.2: makan siang Jennifer________ sekarang.

Then, when they move onto the simple past, you'd include a few puzzles like the ones above and move onto: Kemudian, ketika mereka bergerak ke masa lalu yang sederhana, Anda akan menyertakan beberapa teka-teki seperti yang di atas dan pindah ke:

3: Jennifer______ dinner last night. 3: tadi malam makan malam Jennifer______.

Upward and onward, sweet grammarians! Ke atas dan seterusnya, tatabahasawan manis!

* Print
* E-mail
* Link/Cite
* Bookmark
* Share on Facebook

1. Related Articles Artikel Terkait
2. Your Lookups Anda lookup

1. Free English Tutorial for Grammar Gratis Bahasa Inggris Grammar Tutorial untuk
2. English Grammar Mini-Lessons Tata Bahasa Inggris Pelajaran Mini-
3. Why Is Physical Fitness So Important? Mengapa Apakah Kebugaran Fisik Jadi Penting?
4. How To Teach Middle School Grammar Cara Mengajar Tengah Grammar School
5. Grammar and Language Courses Grammar dan Kursus Bahasa
6. Free Online Grammar Checker Grammar Checker Gratis Online
7. Grammar Tools for English Alat untuk tata bahasa Inggris
8. English Grammar Printables Tata Bahasa Inggris Printables
9. Problems Caused by Incorrect Grammar Masalah disebabkan oleh salah Grammar
10. Guide for Grammar in Writing Panduan untuk Grammar dalam Menulis

1. Suggestion Box
2. Follow YD ontwitter
3. Add to Google

YourDictionary.com - The last word in words

1.
2. Help

1. Home
2. Language Articles
3. Other Dictionaries
4. Word Games

Search

1. About YourDictionary
2. Advertisers
3. Contact Us
4. Links
5. Privacy Policy
6. Terms of Use
7. Bookmark Site
8. Share with Friends
9. Help

© 1996-2010 LoveToKnow, Corp. All Rights Reserved. Audio pronunciation provided by LoveToKnow, Corp.

Jumat, 30 April 2010

Welcome to Facebook

Welcome to Facebook: "Facebook is a social utility that connects people with friends and others who work, study and live around them. People use Facebook to keep up with friends, upload an unlimited number of photos, post links and videos, and learn more about the people they meet."

Rabu, 28 April 2010

Histologi ikan layang

  1. I. PENDAHULUAN
  2. 1.1. Latar belakang
  3. Perairan Pemalang merupakan perairan yang berada di Propinsi Jawa Tengah. Secara geografi terletak diantara 80 52’ 30” LS – 70 20’ 11” LS dan 1090 17’ 30” BT - 1090 40’ 30” BT. Perairan Pemalang memiliki panjang ± 35 km, dengan daerah dataran pantai antara 1 – 5 m di atas permukaan air laut. Perairan Pemalang merupakan perairan Laut Utara Jawa yang memiliki potensi perikanan laut yang cukup tinggi diantaranya ikan pelagis kecil seperti ikan layang. (DKP, 2007)
  4. Hasil tangkapan ikan layang kabupaten Pemalang per tahun mengalami penurunan produksi dari tahun 2003 sampai 2007. Penurunan produksi ini dapat dilihat dari produksi per tahun ikan layang yaitu pada tahun 2003 produksi sebesar 385.799 ton, pada tahun 2004 sebesar 369.847 ton, pada tahun 2005 sebesar 101.233 ton, dan pada tahun 2007 sebesar 78.161 ton. (DKP, 2007)
  5. Ikan layang termasuk ikan komersil, yang pengelolanya biasanya dalam bentuk pemindangan dan pengasinan. Meningkatnya jumlah permintaan akan kebutuhan konsumsi ikan khususnya dalam bentuk pemindangan, oleh karena itu akan meningkatkan penangkapan ikan layang sehingga dikhawatirkan mempengaruhi aspek reproduksi ikan layang dan kelestariannya akan terganggu.
  6. Sampai saat ini, informasi aktual yang berkenaan dengan tingkat pengusahaan dan potensi sumberdaya ikan layang masih terbatas, padahal ini penting untuk langkah-langkah kebijakan untuk pengelolaan sumberdaya.

    Dalam rangka pengembangan perikanan pelagis kecil terutama ikan layang (Decapterus russelli) di Kabupaten Pemalang perlu dilakukan pengkajian untuk mengetahui aspek reproduksi meliputi Indeks gonado somatik, diameter telur, fekunditas dan tingkat perkembangan gonad ikan layang sebagai akibat perubahan stok.

    1.1. Perumusan masalah penelitian

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

    1) Bagaimanakah tingkat pematangan gonad dan indeks gonado somatik ikan layang (Decapterus russelli) di perairan Pemalang?

    2) Bagaimanakah fekunditas dan diameter telur ikan layang (Decapterus russelli) di perairan Pemalang?

    1.2. Tujuan penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

    1. Mengetahui tingkat pematangan gonad dan indeks gonado somatik ikan layang (Decapterus russelli) di perairan Pemalang

    2. Mengetahui fekunditas dan diameter telur ikan layang (Decapterus russelli) di perairan Pemalang

    1.3. Manfaat

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek reproduksi ikan layang (Decapterus russelli) di perairan Pemalang yang dapat dijadikan dasar dalam pengembangan pengelolaan sumberdaya ikan layang baik untuk kepentingan penangkapan maupun budidaya agar kelestariannya dapat dirumuskan.

    I. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Biologi dan Habitat Ikan Layang

    Klasifikasi ikan layang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

    Filum : Chordata

    Subfilum : Vertebrata

    Kelas : Actinopterygii

    Ordo : Perciformes

    SubOrdo : Percoidei

    Famili : Carangidae

    Genus : Decapterus

    Spesies : Decapterus russelli RUPPELL

    Ikan layang (Decapterus russelli) mempunyai nama umum round scad (Nurhakim, 1987). Ikan layang merupakan ikan yang mempunyai kemampuan bergerak dengan cepat di air laut. Tingginya kecepatan tersebut dapat dicapai karena bentuk tubuhnya yang seperti cerutu dan mempunyai sisik yang sangat halus (Burhanuddin et. al. 1981).

    Ikan layang (Decapterus russelli) bentuk tubuh seperti cerutu tetapi agak pipih, sirip dada lebih pendek dari panjang kepala, maxilla hampir mencapai lengkung mata terdepan, ikan layang (Decapterus russelli) dalam keadaan segar seluruh tubuhnya berwarna merah jambu, dan pada bagian belakang tutup insang terdapat totol hitam (Burhanuddin et al, 1981). Menurut Anonimous (1990) ciri-ciri ikan layang adalah bentuk tubuh memanjang dan agak gepeng. Nurhakim (1987) menyatakan sirip dada berbentuk falcate dan ujung sirip tersebut mencapai awal dari sirip punggung kedua.

    Ikan layang merupakan ikan perenang cepat yang hidup berkelompok di Laut yang jernih dan bersalinitas tinggi. Menurut Hariati et al., (2005) Ikan layang (Decapterus russelli) hidup di perairan dengan salinitas tinggi yaitu ± 32‰. Ikan layang juga termasuk dalam ikan stenohalyn yang dapat hidup dengan memakan plankton (Burhanuddin et.al.,1981). Makanan ikan layang sangat tergantung pada plankton, terutama jenis-jenis zooplankton. Pada beberapa kasus ternyata bahwa ikan layang tidak mutlak tergantung pada zooplankton. Tiews et al. (1968) dalam Burhanuddin et al. (1981) mendapatkan bahwa ikan-ikan kecil merupakan makanan bagi Decapterus russelli dan Burhanuddin pernah menemukan satu ekor dari kota agung isi perutnya hanya dua ekor ikan teri (Stolephorus spp.) dan seekor ikan japuh (Dussumiera acuta). Menurut Martosewojo dan Djamali (1980) dalam Burhanuddin (1981) makanan Decapterus russelli yang utama adalah Crustacea seperti Copepoda serta telurnya, Mysidacea, Amphipoda, Ostracoda, dan potongan-potongan udang.

    2.2. Aspek Reproduksi Ikan Layang

    Reproduksi ikan merupakan suatu peristiwa pertemuan gamet ikan jantan dan betina yang bertujuan untuk pembuahan telur oleh spermatozoa. Pada umumnya reproduksi atau pembuahan terjadi di luar tubuhnya yang disebut fertilisasi eksternal. Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya (Fujaya, 2004). Menurut widodo (1991) dalam Pralampita et al., (2002), reproduksi merupakan suatu proses perkembangbiakan jenis

    ikan sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam memanfaatkan dan mengelola suatu sumberdaya ikan harus memperhitungkan dan mempertimbangkan proses perkembangbiakan dalam rangka untuk mencegah kepunahan sumberdaya tersebut salah satu aspek reproduksi yang penting dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah tingkat kematangan gonad (TKG). Dengan demikian data tentang potensi reproduksi spesies-spesies ikan yang terdapat di suatu perairan merupakan informasi penting yang harus dimiliki untuk mendapatkan stok ikan dalam rangka strategi dan pengelolaan perikanan. Aspek reproduksi ikan meliputi IGS, tingkat perkembangan gonad, fekunditas, dan diameter telur.

    2.2.1. Tingkat Perkembangan Gonad

    Tingkat perkembangan gonad adalah tahap perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan berpijah. Fase reproduksi ikan ditandai dengan adanya perubahan dan perkembangan organ reproduksi ikan. Perubahan morfologi organ reproduksi ikan mudah dikenali, oleh karena itu dapat digunakan sebagai indikator tingkat kematangan kelamin yang dikenal dengan istilah tingkat perkembangan gonad. Komposisi tingkat perkembangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan antara ikan yang belum atau sudah matang gonad, sebelum mijah atau sudah mijah dan waktu memijah (Effendie, 1979 ).

    Penentuan tingkat perkembangan gonad dapat dilakukan secara morfologi dan histologi. Untuk penentuan tingkat perkembangan gonad yang dilakukan secara morfologi dapat dilihat bentuk, panjang, bobot, dan warna serta perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat perkembangan gonad secara histologi dapat dilihat dari sel-sel jaringannya (Effendie, 1997).

    2.2.2. Indeks Gonado Somatik (IGS)

    Nilai Indeks Gonado Somatik (IGS) yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dan dikalikan dengan 100%. Nilai IGS pada ikan betina lebih besar dibandingkan dengan jantan, dan nilai IGS akan semakin bertambah besar sejalan dengan perkembangan gonad dan akan mencapai batas kisaran maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Nilai IGS ikan Thead fin berkisar antara 1-25%, ikan dengan nilai IGS 19% ada yang sanggup mengeluarkan telurnya. Nilai IGS pada ikan jantan 5-10%, lebih kecil dibandingkan betina yang disebabkan pada ikan betina terdapat pengendapan kuning telur (Johnson, 1971 dalam Effendi, 1997).

    2.2.3. Fekunditas

    Fekunditas adalah jumlah telur pada kematangan terakhir yang terdapat dalam ovarium sebelum berlangsung pemijahan. Fekunditas yang menunjukan jumlah telur yang dikandung individu ikan dikatakan sebagai fekunditas mutlak. Sedangkan jumlah telur per satuan berat atau panjang ikan disebut sebagai fekunditas relatif (Nikolsky, 1963 dalam Burhanudin et al., 1981). Fekunditas total menurut Royce (1972) dalam Effendie (1979) adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya

    Rao (1967) dalam Burhanuddin et al., (1981) menyatakan bahwa telur yang telah matang dan siap dikeluarkan berwarna kuning sampai kemerah-

    merahan, butir-butirnya mudah dipisahkan, kelihatan Opaque atau translucent dengan bintik-bintik minyak.

    Fekunditas ikan bukan saja merupakan salah satu aspek dari natural history, tetapi sebenarnya ada hubungannya dengan studi dinamika populasi, sifat-sifat rasial, produksi dan persoalan stok-rekruitmen. Dalam hubungan tersebut ada faktor lain yang memegang peranan penting dan sangat erat hubungannya dengan strategi dalam rangka mempertahankan kehadiran species itu di alam, terutama penyesuaian diri terhadap bermacam-macam kondisi lingkungan dan respon terhadap makanan (Bagenal, 1978 dalam Effendie, 1997).

    Fekunditas dapat dihitung dengan beberapa cara, yaitu dengan metode jumlah, metode volumetri, metode grafimetri, dan metode von bayer (Effendie, 1979). Metode jumlah dilakukan dengan menghitung semua telur satu persatu atau dikenal pula dengan sensus lengkap, tetapi metode ini hanya dilakukan pada ikan-ikan yang mempunyai telur sedikit (Sutisno dan Sutarmanto, 1995). Metode volumetri dilaksanakan dengan cara mengukur volume seluruh telur dengan teknik pemindahan air. Effendie (1979) menjelaskan bahwa metode gravimetri dapat dilakukan dengan mengambil sebagian gonad yang sebelumnya telah disimpan dalam larutan gilson kemudian ditimbang dan dicatat serta dihitung jumlah telur yang terdapat di dalamnya.

    2.2.4. Diameter Telur Ikan

    Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Garis tengah telur pada gonad yang sudah matang berguna untuk menduga frekuensi pemijahan yaitu dengan melihat modus penyebaran diameter telur ikan dan lama pemijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran telur ikan (Sumantadinata, 1983).

    Ovarium yang mengandung telur ikan masak berukuran sama menunjukkan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang ditandai dengan bervariasinya ukuran telur ikan. Purdom (1993) menyatakan bahwa pada umumnya kisaran diameter telur maksimal pada telur yang sudah matang berkisar antara 1 - 2 mm.

    2.3. Kualitas Air

    Kualitas air merupakan salah satu faktor yang mendukung proses kehidupan ikan. Proses reproduksi ikan merupakan proses kehidupan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan baik faktor fisik maupun faktor kimia air diantaranya temperatur, pH, dan salinitas. Beberapa parameter fisika dan kimia air dapat mempengaruhi hidup ikan antara lain suhu, pH dan salinitas (Basmi, 1999).

    Temperatur merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam proses kehidupan dan metabilisme hewan serta tumbuhan (Nyebakken, 1992 dalam Melani, 2003). Menurut Barus (2002), kenaikan temperatur akan meningkatkan laju metabolisme. Akibat meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Temperatur yang baik bagi kehidupan ikan berkisar antara 15 - 32 0C (Mintardjo et al., 1985). Clark dalam Maulana (2004) menyatakan bahwa di perairan tropik ikan akan tumbuh dengan baik pada kisaran 25–32 0C tetapi ikan mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap

    temperatur dari jenis ikan, stadium dalam suatu hidupnya, oksigen terlarut dan musim. Menurut Nontji (1987 ) dalam Maesaroh (2007) temperatur permukaan di perairan Indonesia umumnya 28 – 31 0C.

    pH adalah suatu indeks konsentrasi ion hidrogen dan memiliki pengaruh penting terhadap kehidupan ikan. Dalam suatu perairan dengan pH < 5 ikan tidak dapat berkembang atau mati, pH < 6,5 pertumbuhan ikan lambat, pH 6,5 – 9 layak untuk kehidupan ikan, pH > 9 pertumbuhan ikan lambat dan pada pH > 11 menyebabkan kematian ikan (NTAC, 1968 dalam Raga, 2008). Kisaran baku mutu pH air laut untuk biota laut adalah 7-8,5 (KEPMEN LH No.51/2004)

    Salinitas adalah nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam yang terlarut dalam satuan volume air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (‰) (Barus.2002). Salinitas merupakan faktor pembatas kehidupan organisme akuatik. Salinitas di perairan laut mempunyai kestabilan yang relatif tinggi, berkisar antara 34 – 35 ‰ (Odum, 1971). Baku mutu untuk biota laut adalah salinitas perairan alami (KEPMEN LH No. 51/2004). Menurut Hariati et al (2005) ikan layang merupakan jenis ikan pelagis kecil yang hidup di perairan dengan salinitas tinggi atau pada perairan dengan salinitas tidak kurang dari 32‰.

    I. MATERI DAN METODE

    3.1. Materi Penelitian

    3.1.1. Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan layang yang tertangkap di Perairan Pemalang, larutan Gilson (asam asetat, cloroform dan etanol dengan perbandingan 1:1:1) Love and Johnson (1998), larutan Bouin Hollande (aquades 100 mL, cupri asetat 2,5 g, formalin 10 mL, asam asetat 1 mL dan asam pikrit 4 g) dan alkohol 70%.

    3.1.2. Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Mikroskop “Olympus optical CH20B1MF200”, objek glass, cover glass, mikrometer okuler model UYCP-12 (+0,01mm), mikrometer objektif “Erma” (+0,01mm), millimeter blok, timbangan analitik model MB2610 (+ 0,1 g), ice box 24 L, botol sampel, discuting dan cawan petri.

    3.2. Metode Penelitian

    3.2.1. Variabel dan Parameter

    Variabel yang diamati yaitu aspek reproduksi ikan layang yang meliputi tingkat perkembangan gonad, fekunditas, diameter telur, indeks gonado somatik dan histologi. Parameter yang akan diukur berupa bobot dan panjang tubuh ikan, bobot gonad, jumlah telur dan ukuran telur. Parameter pendukung berupa kualitas air seperti temperatur, pH dan salinitas.

    3.2.2. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel

    Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan pengambilan sampel diperoleh melalui nelayan yang melakukan penangkapan pada kapal berjalan (on board sampling) dengan mengambil 40 ekor secara random sampling. Pengambilan sample dilakukan di perairan Pemalang dengan interval waktu pengambilan sampel setiap 1 minggu selama 1 bulan.

    3.2.3. Pengambilan dan Pengawetan Sampel Ikan

    Sampel ikan dimasukkan kedalam ice box yang berisi es batu sebagai pengawet kemudian dibawa ke Laboratorium jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman.

    3.2.4. Penanganan Sampel Organ

    Sampel ikan layang yang telah diukur dan ditimbang kemudian dibedah dan diambil gonadnya lalu ditimbang, setelah itu sampel gonad diambil sebagian di timbang untuk disimpan dalam larutan Bouin Hollande selama 1X24 jam, kemudian dicuci 2 kali dengan alcohol 70% selanjutnya disimpan dalam alkohol absolut sampai dilakukan pembuatan preparat histologi (lampiran. 4) (Pramono, 2008). Khusus untuk sample gonad (ovarium yang sudah terlihat telurnya) sebagian lagi disimpan dalam larutan Gilson untuk perhitungan fekunditas dan diameter telur.

    3.2.5. Pengumpulan Data

    3.2.5.1. Pengukuran panjang dan bobot ikan

    Panjang ikan yang diukur adalah panjang total yaitu jarak antara ujung moncong hingga ujung sirip ekor. Bobot ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik.

    3.2.5.2. Tingkat Perkembangan Gonad

    Pengamatan tingkat perkembangan gonad dilakukan dengan menganalisis preparat histologi gonad di bawah mikroskop. Penentuan tingkat perkembangan gonad jantan berpedoman pada klasifikasi yang disusun oleh Kaya dan Haster (1972) dalam Effendie (1997), sedangkan untuk penentuan tingkat perkembangan gonad betina berpedoman pada klasifikasi yang disusun oleh Rinchard dan Kestemont (1996) dalam Sulistyo et al. (1998).

    Tabel 1. Histologi testis menurut Kaya dan Haster (1972) dalam Efendie (1997).

    No

    Tingkatan testis

    Keterangan

    1

    Testis regresi

    Dinding gonad dilapisi oleh spermatogonia awal dan sekunder, sperma sisa masih terlihat

    2

    Perkembangan spermatogonia

    Sama dengan tingkat I hanya proporsi spermatogonia sekunder bertambah.

    3

    Awal aktif spermatogenesis

    Cyste spermatocyt timbul kemudian semakin bertambah, cyste spermatid dan spermatozoa juga mulai keluar.

    4

    Aktif spermatogenesis

    Semua tingkat spermatogenesis ada dalam jumlah yang banyak, spermatozoa bebas mulai terlihat dalam rongga seminiferous

    5

    Testis masak

    Lumen penuh dengan spermatozoa, pada dinding lobule penuh dengan cyste bermacam-macam tingkat.

    6

    Testis regresi

    Rongga seminiferous masih berisi spermatozoa, ukuran testis mengkerut karena sperma dikeluarkan.

    Tabel 2. Histologi ovarium menurut Rinchard dan Kestemont (1996) dalam Sulistyo et al. (1998).

    No

    Tingkat

    Ovarium

    Tingkat Oosit

    Keterangan

    1

    Previtellogenik

    Oosit Previtellogenik

    Oosit dengan gelembung bebas dari sitoplasma

    2

    Vitellogenesis

    Oosit dalam endogen vitellogenesis

    Muncul gelembung yolk yang menempati 2 atau 3 cicin didalam sitoplasma.

    3

    Penyelesaian vitellogenesis endogen

    Penyelesaian Oosit vitellogenesis endogen

    Oosit dipenuhi gelembung yolk, lapisan folikuler seluler berdiferensiasi.

    4

    Vitellogenesis eksogen

    Oosit Vitellogenesis eksogen

    Menghimpun kuning telur seperti bola kecil dan berada diatas luar sitoplasma.

    5

    Pematangan akhir

    Oosit dalam pematangan akhir

    Terlihatnya mikrofil dan migrasi gelembung germinal kemikrofil

    6

    Pasca peneluran

    Oosit fase peneluran

    Sebelum dan sesudah ovulasi folikel hipertropi, substansi yolk mengalami degradasi.

    3.2.5.3. Indeks Gonado Somatik (IGS)

    Perhitungan IGS mengunakan rumus Effendie (1979), yaitu :

    Keterangan :

    IGS : Indeks Gonadosomatik (%)

    Bg : Bobot gonad (g)

    Bt : Bobot tubuh (g)

    3.2.5.4. Fekunditas

    Perhitungan fekunditas dilakukan dengan cara mengambil sebagian gonad yang disimpan dalam larutan Gilson kemudian ditimbang dan dicatat, selanjutnya dihitung jumlah telur di dalamnya. Perhitungan fekunditas menggunakan metode gravimetric (Effendie,1979), yaitu :

    Tabel 2. Histologi ovarium menurut Rinchard dan Kestemont (1996) dalam Sulistyo et al. (1998).

    No

    Tingkat

    Ovarium

    Tingkat Oosit

    Keterangan

    1

    Previtellogenik

    Oosit Previtellogenik

    Oosit dengan gelembung bebas dari sitoplasma

    2

    Vitellogenesis

    Oosit dalam endogen vitellogenesis

    Muncul gelembung yolk yang menempati 2 atau 3 cicin didalam sitoplasma.

    3

    Penyelesaian vitellogenesis endogen

    Penyelesaian Oosit vitellogenesis endogen

    Oosit dipenuhi gelembung yolk, lapisan folikuler seluler berdiferensiasi.

    4

    Vitellogenesis eksogen

    Oosit Vitellogenesis eksogen

    Menghimpun kuning telur seperti bola kecil dan berada diatas luar sitoplasma.

    5

    Pematangan akhir

    Oosit dalam pematangan akhir

    Terlihatnya mikrofil dan migrasi gelembung germinal kemikrofil

    6

    Pasca peneluran

    Oosit fase peneluran

    Sebelum dan sesudah ovulasi folikel hipertropi, substansi yolk mengalami degradasi.

    3.2.5.3. Indeks Gonado Somatik (IGS)

    Perhitungan IGS mengunakan rumus Effendie (1979), yaitu :

    Keterangan :

    IGS : Indeks Gonadosomatik (%)

    Bg : Bobot gonad (g)

    Bt : Bobot tubuh (g)

    3.2.5.4. Fekunditas

    Perhitungan fekunditas dilakukan dengan cara mengambil sebagian gonad yang disimpan dalam larutan Gilson kemudian ditimbang dan dicatat, selanjutnya dihitung jumlah telur di dalamnya. Perhitungan fekunditas menggunakan metode gravimetric (Effendie,1979), yaitu :

    Keterangan :

    F : fekunditas (butir)

    G : bobot gonad (g)

    X : jumlah telur sebagian (butir)

    Q : bobot telur sebagian (g)

    3.2.5.5. Diameter Telur

    Telur yang diperoleh dari ikan layang diambil, kemudian diamati menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer yang sebelumnya dikalibrasi terlebih dahulu.

    Pengkalibrasian dihitung dengan rumus:




    3.2.5.6.. Kualitas Air

    Tabel 3. Pengukuran Kualitas air

    No

    Parameter

    Satuan

    Alat

    Sumber

    1

    Temperatur

    0C

    Termometer

    APHA (2005)

    2

    pH

    -

    Kertas indikator pH universal

    APHA (2005)

    3

    Salinitas

    NTU

    Refaktometer

    APHA (2005)

    3.3. Waktu dan Tempat Penelitian

    Pengambilan sampel dilakukan pada bulan September-Oktober 2008. Lokasi penelitian di Perairan Pemalang. Pengamatan dilakukan di Laboratorium air tawar jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman.

    3.4. Analisis Data

    Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk pengukuran yang cermat terhadap objek-objek yang diamati dan tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat (Nazir, 1988).

    3.4. Analisis Data

    Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk pengukuran yang cermat terhadap objek-objek yang diamati dan tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat (Nazir, 1988).

    I. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Kondisi umum Kabupaten Pemalang

    Kabupaten Pemalang merupakan dataran rendah, sedang bagian selatan berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Slamet (di perbatasan dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Purbalingga), gunung tertinggi di Jawa Tengah. Sungai terbesar adalah Kali Comal, yang bermuara di Laut Jawa (Ujung Pemalang). Ibukota kabupaten ini berada di ujung barat laut wilayah kabupaten, berbatasan langsung dengan Kabupaten Tegal. Pemalang berada di jalur pantura Jakarta-Semarang-Surabaya. Selain itu terdapat jalan provinsi yang menghubungkan Pemalang dengan Purbalingga. Salah satu obyek wisata terkenal di Pemalang adalah Pantai Widuri.

    Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di pantai utara Pulau Jawa. Secara astronomis Kabupaten Pemalang terletak antara 1090 17' 30" - 1090 40' 30" BT dan 80 52' 30" - 70 20' 11" LS. Dari Semarang (Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah), Kabupaten ini berjarak kira-kira 135 Km ke arah barat, atau jika ditempuh dengan kendaraan darat memakan waktu lebih kurang 2-3 jam. Kabupaten Pemalang memiliki luas wilayah sebesar 111.530 km2. Wilayah ini di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tegal. Dengan demikian Kabupaten Pemalang memiliki posisi yang strategis, baik dari sisi perdagangan maupun pemerintahan.

    Kabupaten Pemalang memiliki topografi bervariasi. Bagian Utara Kabupaten Pemalang merupakan daerah pantai dengan ketinggian berkisar antara 1-5 meter di atas permukaan laut. Bagian tengah merupakan dataran rendah yang subur dengan ketinggian 6-15 m di atas permukaan laut dan bagian Selatan merupakan dataran tinggi dan pengunungan yang subur serta berhawa sejuk dengan ketinggian 16-925 m di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Pemalang ini dilintasi dua buah sungai besar yaitu Sungai Waluh dan Sungai Comal yang menjadikan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah aliran sungai yang subur.

    4.2. Indeks Gonado Somatik (IGS)

    Indeks gonado somatik (IGS) dinyatakan sebagai perbandingan berat gonad sebagai persentase dari berat tubuh. Didalam proses reproduksi sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Berat gonad akan semakin bertambah dan mencapai maksimum ketika ikan akan memijah, kemudian berat ikan menurun setelah pemijahan.

    Hasil perhitungan dari 40 ekor ikan Layang betina dan jantan disajikan dalam lampiran 2. Dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai indeks gonado somatik bervariasi dengan bobot gonad. Pada ikan betina nilai IGS berkisar antara 0,32% - 5,99% sedangkan nilai IGS ikan jantan berkisar antara 0,11%-1,17%. Nilai IGS ikan betina lebih besar bila dibandingkan nilai IGS ikan jantan, hal ini dimungkin karena pada ikan betina perkembangan gonad mempengaruhi nilai indeks gonado somatik. Menurut Effendi (2002) menyatakan bahwa nilai IGS akan semakin meningkat dan akan mencapai nilai maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IGS berkisar antara 1-25%, dan pada IGS 19% ada yang sanggup mengeluarkan telurnya. Sedangkan nilai IGS ikan jantan 5-10%, lebih kecil dibandingkan betina, yang disebabkan pada ikan betina terdapat pengendapan kuning telur. Sulistyo et al., (1998) menambahkan bahwa peningkatan nilai IGS disebabkan oleh akulasi yolk sehingga diameter oosit membesar.

    Gambar 5. Nilai rata-rata IGS ikan Layang jantan dan betina (Puntius binotatus) yang tertangkap di sungai Citanduy Jawa Barat.

    Berdasarkan gambar 5 dapat diketahui nilai IGS ikan jantan mencapai puncaknya pada tanggal 4 Oktober 2009 dan mengalami penurunan pada tanggal 3 November 2009. Sedangkan IGS ikan betina mencapai puncaknya pada tanggal 11 Oktober 2009 kemudian mengalami penurunan pada tanggal 3 November 2007. Nilai indeks gonado somatik yang berfluktuatif diperkirakan merupakan akibat dari tipe pemijahan ikan Layang yang multiple spawner. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1997) yang mengungkapkan bahwa sejalan dengan pertumbuhan gonad, gonad akan mencapai maksimum pada saat ikan akan memijah karena sebagian hasil metabolisme ditujukan untuk perkembangan gonad dan kemudian akan menurun selama pemijahan. Ditambahkan Delahunty dan De Vlaming (1980) dalam Rusmadji et al .,(1994) yang menyatakan bahwa nilai indek kematangan gonad turun setelah pemijahan.